Senin, 14 Januari 2013

Perluasan Frase

Frase atau kelompok kata adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.

Frase dapat pula diklasifikasikan berdasarkan jenis kata yang menjadi pembagian inti pembentuknya, yaitu frase verbal, frase ajektival, frase nominal, frase pronominal, frase adverbial, frase numeralia, dan frase introgativa.
Frase verbal adalah frase yang intinya berupa kata kerja.
Contoh :    berjalan cepat, berkata benar, sedang membaca
a.        Frase ajektival adalah frase yang intinya berupa kata sifat.
Contoh :     merdu sekali, sangat indah, aman sejahtera
b.      Frase nominal adalah frase yang intinya berupa kata benda.
Contoh :    banyak kemudahan, siang dan malam, alam anakku
c.       Frase pronominal adalah frase yang intinya berupa kata ganti.
Contoh :    kamu sekalian, kau dan aku
d.      Frase adverbial adalah frase yang intinya berupa kata keterangan.
Contoh :    lebih kurang
e.       Frase numeralia adalah frase yang intinya berupa kata bilangan.
Contoh :    tiga belas, lima atau enam
f.       Frase introgativa adalah frase yang intinya berupa kata tanya.
Contoh :    apa dan siapa
g.      Frase preposisional adalah frase yang intinya berupa kata depan.
Contoh :    bagi dia, dengan ayah, Ketika berlibur

1)         Perluasan Frase
Unsur-unsur pembentuk frase bersifat longgar. Dengan mudah, unsur-unsur itu dapat diperluas atau dipersempit. Perluasan atau penyempitan unsur-unsur frase berbanding terbalik dengan makna yang dibentuknya. Semakin diperluas unsur-unsur suatu frase, semakin sempit makna frase tersebut. Sebaliknya, semakin dipersempit unsur-unsur suatu frase, semakin luas makna frase tersebut.

Contoh :
Makna semakin terbatas
1.    Buku bahasa
2.    Buku bahasa Indonesia
3.    Buku bahasa Indonesia yang saya pinjamkan kepada Alam
4.    Buku bahasa Indonesia yang saya pinjamkan kepada Alam kemarin
5.    Buku bahasa Indonesia yang saya pinjamkan kepada Alam kemarin di perpustakaan
Makna semakin meluas
1.      Baju kebaya merah yang dibelikan ayah kemarin di pasar baru
2.      Baju kebaya merah yang dibelikan ayah kemarin
3.      Baju kebaya merah yang dibelikan ayah
4.      Baju kebaya merah yang dibelikan ayah
5.      Baju kebaya

2)         Bentuk-bentuk Frase
Dilihat dari hubungan antar kata yang menjadi anggotanya, frase dapat digolongkan menjadi dua :
a.       Frase setara (koordinatif) adalah frase yang unsur-unsurnya pembentuknya mempunyai kedudukan setara.
Ciri-ciri frase setara adalah berikut ini:
·         Dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan, atau
Contoh : kakek dan nenek, sekarang atau lusa
·         Semua unsurnya berupa pokok kata
Contoh : ayah ibu, sawah ladang, warta berita
b.      Frase bertingkat (subordinatif) adalah frase yang unsur-unsur pembentuknya mempunyai kedudukan tidak setara.
Ciri-ciri frase bertingkat adalah berikut ini:
·         Tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan, atau.
·         Salah satu unsurnya merupakan komponen pokok.
Contoh : sedang membaca, buku baru, sangat bagus
Kedua frase tersebut dinamakan frase endosentris, yaitu frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan salah satu atau semua unsurnya.
Ada juga frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya maupun salah satu unsurnya. Frase semacam ini disebut frase eksosentris. Contoh : di perpustakaan, dari pagi, kepada dia
Berdasarkan artinya frase dibedakan menjadi frase biasa dan frase idiomatikal. Frase idiomatikal adalah frase yang mempunyai arti sebagai ungkapan yang maknanya tidak dapat ditafsirkan berdasarkan unsur-unsur pembentuknya. Contoh: orang tua, tangan kanan.


Frase Ambigu
Dalam penyusunan frase dikenal pula istilah frase ambigu. Frase ambigu adalah frase yang memiliki makna tidak jelas atau bermakna ganda. Contohnya, frase prancing busana wanita. Keambiguan tersebut ditimbulkan oleh kegandaan hubungan pada unsure-unsur pembentuknya.
Perhatikan struktur kalimat yang bermakna ambigu berikut ini.
  1. Istri pegawai yang gemuk itu berasal dari Surabaya.
  2. Saya telah memiliki buku sejarah demokrasi yang baru.
  3. Sumbangan kedua sekolah itu telah kami terima.
Kalimat-kalimat di atas memiliki makna ambigu (ganda) sehingga dapat membingungkan orang yang membacanya.
Pada kalimat 1, siapakah yang gemuk, pegawai atau isteri pegawai? Kalimat itu memang mengandung dua makna:
  • pertama, yang gemuk adalah pegawai; atau
  • kedua. yang gemuk adalah isteri pegawai.
Pada kalimat 2, apanya yang baru, bukunya, sejarahnya, atau demokrasinya? Kalimat itu bisa bermakna ambigu:
  • pertama, bukunya yang baru;
  • kedua, sejarahnya yang baru; dan
  • ketiga, demokrasinya yang baru.
Pada kalimat 3, juga terdapat makna ambigu:
  • pertama. ada dua kali sumbangan yang diberikan oleh sekolah itu; atau
  • kedua. ada dua sekolah yang menyumbang.
Untuk menghindari ambiguitas makna, kalimat 1 dapat dirumuskan sbb.:
  1. Jika yang gemuk adalah isteri pegawai, maka dapat ditulis sbb.: Istri-pegawai yang gemuk itu berasal dari Surabaya. Penggunaan tanda hubung (-) dapat memperjelas bahwa kedua kata itu (isteri dan pegawai) merupakan satu kesatuan, sehingga kalimat itu bermakna yang gemuk adalah istri pegawai. Atau dapat pula dirumuskan sbb.: Pegawai yang isterinya gemuk itu berasal dari Surabaya.
  2. Jika yang gemuk adalah pegawainya, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Pegawai yang gemuk itu istrinya dari Surabaya.
Untuk kalimat 2:
  1. Jika yang baru adalah bukunya, ditulis sbb.: Saya telah memiliki buku-sejarah-demokrasi yang baru, atau Saya telah memiliki buku baru tentang sejarah demokrasi.
  2. Jika yang baru adalah sejarahnya, ditulis sbb.: Saya telah memiliki buku tentang sejarah-demokrasi yang baru.
  3. Jika yang baru adalah demokrasinya, ditulis sbb.: Saya telah memiliki buku sejarah tentang demokrasi yang baru.
Untuk kalimat 3:
  1. Jika yang dimaksud ada dua kali sumbangan, ditulis sbb.: Sumbangan yang kedua sekolah itu telah kami terima.
  2. Jika yang maksud ada dua sekolah yang menyumbang, ditulis sbb.: Sumbangan kedua-sekolah itu telah kami terima.


2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.